Pengaturan Pidana Penjara Seumur Hidup

Posted: April 20, 2012 by lizziehh in Uncategorized

photo by BrazilPhotos Stock Agency

Sekilas tidak ada yang aneh tentang hukuman penjara seumur hidup karena sering di dengar telinga dan semua orang pada umumnya tidak asing dengan istilah itu. Namun hingga sampai saat ini, masyarakat di Indonesia masih dibingungkan tentang apa sebenarnya yang dimaksud dengan pidana penjara seumur hidup?

Memang terlihat sebagai pertanyaan yang sangat sederhana diajukan oleh masyarakat. Namun hal ini justru sering menimbulkan perdebatan atau beberapa penafsiran yang beragam dalam memberikan batasan waktu dari hukuman penjara seumur hidup tersebut, yakni baik dari kalangan penegak hukum itu sendiri maupun dari pengamat hukum, bahkan pada perbincangan masyarakat awam.

Pendapat pertama mengatakan pidana penjara seumur hidup adalah penjara selama terpidana masih hidup hingga meninggal. Pendapat kedua mengatakan pidana seumur hidup adalah hukuman penjara yang dijalani adalah selama usia terpidana pada saat vonis dijatuhkan. Tentu saja pendapat tersebut mempunyai alasan-alasan tersendiri, pendapat pertama memberikan alasan sangatla tidak adil menerapkan selama usia terpidana dalam menjatuhkan vonis. Contoh si A divonis disaat berumur 25 tahun, yang artinya A akan bebas di usia 50 tahun, bandingkan dengan si B yang divonis ketika berumur 30 tahun akan dibebaskan disaat umur 60 tahun. Sedangkan pendapat kedua beralasan pidana penjara seumur hidup kurang sesuai dengan tujuan filsafat sistem pemasyarakatan, karena pada hakekatnya perampasan kemerdekaan seseorang itu seharusnnya hanya bersifat sementara (untuk waktu yang tertentu) sebagai sarana untuk memulihkan integritas terpidana agar mampu mengadakan readaptasi sosial.

KUHP sebagai induk atau sumber utama hukum pidana telah merinci jenis-jenis pidana, sebagaimana dirumuskan dalam Pasal 10 KUHP. Menurut stelsel KUHP, pidana dibedakan menjadi dua kelompok, antara pidana pokok dengan pidana tambahan.

Pasal 10 KUHP menyebutkan, pidana terdiri atas:

a Pidana pokok:

1. pidana mati,
2. pidana penjara,
3. kurungan,
4. denda.

b Pidana tambahan:

1. pencabutan hak-hak tertentu,
2. perampasan barang-barang tertentu,
3. pengumuman putusan hakim.

Pasal 12:

  1. Pidana penjara adalah seumur hidup atau selama waktu tertentu.
  2. Pidana penjara selama waktu tertentu paling pendek satu hari dan paling lama lima belas tahun berturut-turut.
  3. Pidana penjara selama waktu tertentu boleh dijatuhkan untuk dua puluh tahun berturut-turut dalam hal kejahatan yang pidananya hakim boleh memilih antara pidana mati, pidana seumur hidup, dan pidana penjara selama waktu tertentu; begitu juga dalam hal batas lima belas tahun dilampaui sebab tambahan pidana karena perbarengan (concursus), pengulangan (residive), atau karena ditentukan dalam Pasal 52.
  4. Pidana penjara selama waktu tertentu sekali-kali tidak boleh melebihi dua puluh tahun.

 

Teori Pemidanaan

Bagi hakim yang bijak, ketika ia menarik dan menetapkan amar putusan, ia terlebih dahulu akan merenungkan dan menetapkan benar tentang manfaat apa yang akan dicapai dari penjatuhan pidana (jenis dan berat ringannya), baik bagi terdakwa, maupun masyarakat dan negara. Dalam keadaan demikian teori hukum pidana dapat membantunya. Ketika jaksa hendak membuat tuntutan dan hakim hendak menjatuhkan pidana apakah berat atau ringan, seringkali bergantung pada pendirian mereka mengenai teori-teori pemidanaan. Ada beberapa macam pendapat teori pemidanaan ini, namun yang banyak itu dapat dikelompokkan ke dalam tiga golongan besar, yaitu:

a. Teori Mutlak

Dasar keadilan dari hukum itu terletak pada kejahatan itu sendiri, yang mengakibatkan hukuman tadi. Jadi, hukuman itu tidak menghukum saja (mutlak) dan untuk membalas perbuatan itu (pembalasan).

b. Teori Relatif

Dasar hukum adalah tujuan hukuman, artinya teori ini mencari manfaat daripada hukuman. Dengan maksud mendidik orang yang telah berbuat jadi tadi, agar menjadi orang baik kembali.

c. Teori Gabungan

Aliran ini mencakup dasar hukuman daripada teori mutlak dan relatif. Bahwa hukuman itu dijatuhkan oleh negara berdasar asas keadilan dan dipertahankannya kesejahteraan bersama dalam masyarakat. Pidana penjara seumur hidup diancamkan pada kejahatan-kejahatan yang sangat berat, yakni:

Pengaturan pidana penjara seumur hidup dalam KUHP juga dapat ditinjau dari perumusan bentuk ancaman pidananya. Kebijakan yang tampak adalah (1) pidana penjara seumur hidup hampir selalu menjadi pidana alternatif dari pidana mati, (2) pidana penjara seumur hidup selalu dialternatifkan dengan pidana penjara jangka waktu tertinggi yakni 20 (dua puluh) tahun. Kedua kebijakan terhadap kedudukan pidana penjara seumur hidup dari segi perumusan ancaman sanksi pidananya dapat dilihat berikut ini.

  1. Sebagai pidana alternatif dari pidana mati, seperti pasal 104, 111 (2), 124 (3), 340, 365 ayat 4, 368 ayat 2, 444 dan 479 k (2).
  2. Berdiri sendiri dalam arti tidak sebagai alternatif pidana mati, tetapi sebagai alternatifnya adalah pidana penjara sementara setinggi-tingginya 20 tahun, misalnya Pasal 106, 107 (2), 108 (2), 124 (2), 140 (3), 187 ke 3, 198 ke 2, 200 ke 3, 202 ke 2, 204 ke 2, 339, 479 f sub b, 479 sub b dan pasal 479 k (1).

Di samping pidana penjara seumur hidup yang terdapat di dalam KUHP, hukumanmati juga terdapat di luar KUHP yang tersebar di beberapa peraturan perundang-undangan lain, adalah:

a) Undang – Undang No. 12 /Drt/1951
b) Undang – Undang No. 5 tahun 1997
c) Undang – Undang No. 22 Tahun 1997
d) Undang – Undang No. 31 Tahun 1999

 

KEBERADAAN PIDANA PENJARA SEUMUR HIDUP

Keberadaan pidana penjara seumur tidak mengenal maksimum dan minimum. Jadi apabila pidana diancamkan pidana satu-satunya penjara seumur hidup, maka pidana tersebut tidak mungkin dikurangi dalam putusan hakim. Kalaupun ada pengurangannya hanya mungkin setelah putusan mempunyai kekuatan yang tetap, yaitu melalui grasi (pengampunan) atau pengurangan (remisi).

Terhadap putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, terpidana dapat mengajukan permohonan grasi kepada Presiden. Permohonan tersebut dapat diajukan 1 kali, kecuali terpidana yang pernah ditolak permohonan grasinya dan telah lewat waktu 2 (dua) tahun sejak tanggal penolakan permohonan grasi tersebut dan terpidana yang pernah diberi grasi dari pidana mati menjadi pidana penjara seumur hidup dan telah lewat waktu 2 (dua) tahun sejak tanggal keputusan pemberian grasi diterima. Namun yang berhak mengabulkan dan menolak permohonan grasi tersebut adalah Presiden setelah mendapat pertimbangan dari Mahkamah Agung. Pemberian grasi oleh Presiden dapat berupa peringanan atau perubahan jenis pidana; pengurangan jumlah pidana; atau penghapusan pelaksanaan pidana.

Narapidana penjara seumur hidup juga dapat mengajukan permohonan remisi menjadi pidana penjara sementara. Tentu saja harus mengikuti syarat yang telah ditentukan seperti narapidana telah menjalankan paling sedikit 5 (lima) tahun dan selalu berkelakuan baik dihitung sejak tanggal penahanan. Surat permohonan dibuat oleh narapidana paling lama 4 (bulan) sebelum tanggal 17 Agustus tahun yang berjalan yang ditujukan kepada Presiden Republik Indonesia melalui Menteri Kehakiman dan Hak Asasi dan Manusia.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa masih terbukanya pintu lebar untuk meraih kesempatan kepada narapidana penjara seumur hidup untuk dapat berkumpul di dalam pergaulan masyarakat asal memenuhi syarat-syarat dan tentunya pertimbangan yang bijak oleh Presiden untuk memutuskan apakah narapidana tersebut pantas atau tidak mendapat grasi dan remisi. Tentu saja ini menjadi peringatan kepada warga masyarakat akan sangat tercelanya perbuatan yang bersangkutan.

 

Peraturan Perundang-undangan:

Undang – Undang Nomor 1 Tahun 1946 Tentang Kitab Undang – Undang Hukum Pidana

Undang – Undang Nomor 22 Tahun 2002 Tentang Kitab Grasi

Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor: M-03.PS.01.04 Tahun 2000 Tentang Tata Cara Pengajuan Permohonan Remisi Bagi Narapidan yang Menjalani Pidana Seumur Hidup Menjadi Pidana Sementara Waktu

Leave a comment